Stress dan Penyesuaian Diri
Penyesuain Diri
Penyesuaian
diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau
personal adjustment. Schneiders berpendapat bahwa penyesuaian diri dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu: penyesuaian diri sebagai
adaptasi (adaptation), penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas
(conformity), dan penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery)
Pada
mulanya penyesuaian diri diartikan sama dengan adaptasi (adaptation),
padahal adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri
dalam arti fisik, fisiologis, atau biologis. Misalnya, seseorang yang
pindah tempat dari daerah panas ke daerah dingin harus beradaptasi
dengan iklim yang berlaku di daerah dingin tersebut.
Ada
juga penyesuaian diri diartikan sama dengan penyesuaian yang mencakup
konformitas terhadap suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini
pun terlalu banyak membawa akibat lain.
Dengan
memaknai penyesuaian diri sebagai usaha konformitas, menyiratkan bahwa
di sana individu seakan-akan mendapattekanan kuat untuk harus selalu
mampu menghindarkan diri dari penyimpangan perilaku, baiksecara moral,
sosial, maupun emosional.
Sudut pandang
berikutnya adalah bahwa penyesuaian diri dimaknai sebagai usaha
penguasaan (mastery), yaitu kemampuan untuk merencanakan dan
mengorganisasikan respons dalam cara-cara tertentu sehingga
konflik-konflik, kesulitan, dan frustrasi tidakterjadi.
Pertumbuhan personal
Pengertian pertumbuhan personal :
Manusia
merupakan makhluk individu. Manusia itu disebut individu apabila pola
tingkah lakunya bersifat spesifik dirinya dan bukan lagi mengikuti pola
tingkah laku umum. Ini berarti bahwa individu adalah seorang manusia
yang tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas didalam lingkungan
sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku
spesifik dirinya. Kepribadian suatu individu tidak sertamerta langsung
terbentuk, akan tetapi melalui pertumbuhan sedikit demi sedikit dan
melalui proses yang panjang.
Setiap
individu pasti akan mengalami pembentukan karakter atau kepribadian. Dan
hal itu membutuhkan proses yang sangat panjang dan banyak faktor yang
mempengaruhinya terutama lingkungan keluarga. Hal ini disebabkan karena
keluarga adalah kerabat yang paling dekat dan kita lebih banyak
meluangkan waktu dengan keluarga. Setiap keluarga pasti menerapkan suatu
aturan atau norma yang mana norma-norma tersebut pasti akan
mempengaruhi dalam pertumbuhan individu. Bukan hanya dalam lingkup
keluarga, tapi dalam lingkup masyarakat pun terdapat norma-norma yang
harus di patuhi dan hal itu juga mempengaruhi pertumbuhan individu.
Dengan
adanya naluri yang dimiliki suatu individu, dimana ketika dapat melihat
lingkungan di sekitarnya maka secara tidak langsung maka individu akan
menilai hal-hal di sekitarnya apakah hal itu benar atau tidak, dan
ketika suatu individu berada di dalam masyarakat yang memiliki suatu
norma-norma yang berlaku maka ketika norma tersebut di jalankan akan
memberikan suatu pengaruh dalam kepribadian, misalnya suatu individu ada
di lingkungan masyarakat yang disiplin yang menerapkan aturan-aturan
yang tegas maka lama-kelamaan pasti akan mempengaruhi dalam kepribadian
sehingga menjadi kepribadian yang disiplin, begitupun dalam lingkungan
keluarga, semisal suatu individu berada di lingkup keluarga yang
religius maka individu tersebut akan terbawa menjadi pribadi yang
religius.
Terjadinya perubahan pada
seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan
atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam
mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan individu, yaitu:
1. Faktor Biologis
Semua
manusia normal dan sehat pasti memiliki anggota tubuh yang utuh seperti
kepala, tangan , kaki dan lainya. Hal ini dapat menjelaskan bahwa
beberapa persamaan dalam kepribadian dan perilaku. Namun ada warisan
biologis yang bersifat khusus. Artinya, setiap individu tidak semua ada
yang memiliki karakteristik fisik yang sama.
2. Faktor Geografis
Setiap
lingkungan fisik yang baik akan membawa kebaikan pula pada penghuninya.
Sehingga menyebabkan hubungan antar individu bisa berjalan dengan baik
dan mencimbulkan kepribadian setiap individu yang baik juga. Namun jika
lingkungan fisiknya kurang baik dan tidak adanya hubungan baik dengan
individu yang lain, maka akan tercipta suatu keadaan yang tidak baik
pula.
3. Faktor Kebudayaan Khusus
Perbedaan
kebuadayaan dapat mempengaruhi kepribadian anggotanya. Namun, tidak
berarti semua individu yang ada didalam masyarakat yang memiliki
kebudayaan yang sama juga memiliki kepribadian yang sama juga.
Dari
semua faktor-faktor di atas dan pengaruh dari lingkungan sekitar
seperti keluarga dan masyarakat maka akan memberikan pertumbuhan bagi
suatu individu. Seiring berjalannya waktu, maka terbentuklah individu
yang sesuai dan dapat menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
McDougall
menekankan pentingnya faktor personal dalam menentukan interaksi sosial
dalam membentuk perilaku individu. Menurutnya, faktor-faktor
personallah yang menentukan perilaku manusia.
Menurut
Edward E. Sampson, terdapat perspektf yang berpusat pada persona dan
perspektif yang berpusat pada situasi. Perspektif yang berpusat pada
persona mempertanyakan faktor-faktor internal apakah, baik berupa
instik, motif, kepribadian, sistem kognitif yang menjelaskan perilaku
manusia. Secara garis besar terdapat dua faktor.
General Adaptation Syndrom (GAS)
a. Fase Alarm ( Waspada)
Melibatkan
pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh dan pikiran untuk menghadapi
stressor. Reaksi psikologis “fight or flight” dan reaksi fisiologis.
Tanda fisik : curah jantung meningkat, peredaran darah cepat, darah di
perifer dan gastrointestinal mengalir ke kepala dan ekstremitas. Banyak
organ tubuh terpengaruh, gejala stress memengaruhi denyut nadi,
ketegangan otot dan daya tahan tubuh menurun.
Fase
alarm melibatkan pengerahan mekanisme pertahanan dari tubuh seperti
pengaktifan hormon yang berakibat meningkatnya volume darah dan akhirnya
menyiapkan individu untuk bereaksi. Hormon lainnya dilepas untuk
meningkatkan kadar gula darah yang bertujuan untuk menyiapkan energi
untuk keperluan adaptasi, teraktifasinya epineprin dan norepineprin
mengakibatkan denyut jantung meningkat dan peningkatan aliran darah ke
otot. Peningkatan ambilan O2 dan meningkatnya kewaspadaan mental.
Aktifitas
hormonal yang luas ini menyiapkan individu untuk melakukan “ respons
melawan atau menghindar “. Respon ini bisa berlangsung dari menit sampai
jam. Bila stresor masih menetap maka individu akan masuk ke dalam fase
resistensi.
b. Fase Resistance (Melawan)
Individu
mencoba berbagai macam mekanisme penanggulangan psikologis dan
pemecahan masalah serta mengatur strategi. Tubuh berusaha menyeimbangkan
kondisi fisiologis sebelumnya kepada keadaan normal dan tubuh mencoba
mengatasi faktor-faktor penyebab stress. Bila teratasi gejala stress
menurun àtau normal tubuh kembali stabil, termasuk hormon, denyut
jantung, tekanan darah, cardiac out put. Individu tersebut berupaya
beradaptasi terhadap stressor, jika ini berhasil tubuh akan memperbaiki
sel – sel yang rusak. Bila gagal maka individu tersebut akan jatuh pada
tahapa terakhir dari GAS yaitu : Fase kehabisan tenaga.
c. Fase Exhaustion (Kelelahan)
Merupakan
fase perpanjangan stress yang belum dapat tertanggulangi pada fase
sebelumnya. Energi penyesuaian terkuras. Timbul gejala penyesuaian diri
terhadap lingkungan seperti sakit kepala, gangguan mental, penyakit
arteri koroner, dll. Bila usaha melawan tidak dapat lagi diusahakan,
maka kelelahan dapat mengakibatkan kematian.
Daftar Pustaka :
Santrock, John W. Adolescence : Perkembangan Remaja Ed. 6. Jakarta : Erlangga, 2003.
Kartono, K. (2000). Hygiene mental. Bandung: Mandar Maju
KELOMPOK 3 :
-Rayyan Salvini
- Yulian Lestari
- Theresia 'Lala' Yulianda
- ELSA MARISA
- Yulian Lestari
- Theresia 'Lala' Yulianda
- ELSA MARISA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar