Definisi Stres
Menurut
Hobfoll (dalam Santrock, 2003 : 557) pada awalnya, stres diambil begitu
saja dari ilmu fisika. Pada saat itu manusia diperkirakan kurang lebih
serupa dalam satu dan lain hal dengan obyek fisika, misalnya logam, yang
mampu menahan kekuatan dari luar namun pada satu titik akan kehilangan
kekuatannya bila dihadapkan pada satu tekanan yang besar.
Stres
(stress) adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang
memicu stres (stresor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan
seseorang untuk menanganinya (coping). Sedangkan menurut Hans Selye
(dalam Santrock, 2003 : 557) stres sebenarnya adalah kerusakan yang
dialami tubuh akibat berbagai tuntutan yang ditempatkan padanya.
Respon Tubuh terhadap Stres
Sindrom
Adaptasi Umum (General Adaption Syndromel /GAS) adalah konsep yang
dikemukakan oleh Selye yang menggambarkan efek umum pada tubuh ketika
ada tuntutan yang ditempatkan pada tubuh tersebut. GAS terdiri dari tiga
tahap, yaitu (Selye dalam Santrock, 2003 : 560) :
1.
Peningkatan alarm, individu memasuki kondisi shock yang bersifat
sementara, suatu masa dimana pertahanan terhadap stres ada di bawah
normal. Individu mengenali keberadaan stres dan mencoba
menghilangkannya. Otot menjadi lemah, suhu tubuh menurun, dan tekanan
darah juga turun. Kemudian terjadi yang disebut dengan countershock,
dimana pertahanan terhadap stres mulai muncul ; korteks adrenal mulai
membesar, dan pengeluaran hormon meningkat. Tahap alarm berlangsung
singkat.
2. Perlawanan (resistance),
dimana pertahanan terhadap stres menjadi semakin intensif, dan semua
upaya dilakukan untuk melawan stres. Pada tahap pertahanan, tubuh
individu dipenuhi oleh hormon stres ; tekanan darah, detak jantung, suhu
tubuh, dan pernafasan semua meningkat. Bila semua upaya yang dilakukan
untuk melawan stres ternyata gagal dan stres tetap ada, maka akan masuk
ke tahap selanjutnya.
3. Kelelahan
(exhausted), dimana kerusakan pada tubuh semakin meningkat, orang yang
bersangkutan mungkin akan jatuh pingsan di tahap kelelahan ini, dan
kerentanan terhadap penyakitpun meningkat.
Menurut
Selye tidak semua stres itu buruk, yang kemudian dia sebut dengan
Lustress yaitu konsep Selye yang menggambarkan sisi positif dari stres.
Berkompetisi di suatu kejuaraan, menulis karangan, atau mengejar
seseorang yang menarik membuat tubuh menghabiskan energi.
Salah
satu kritik utama terhadap pandangan Selye adalah manusia tidak selalu
bereaksi terhadap stres dengan cara yang sama seperti yang ia kemukakan.
Masih banyak lagi yang harus dipahami mengenai stres pada manusia
daripada sekedar mengetahui reaksi fisik manusia terhadap stres. Perlu
juga mengetahui kepribadian mereka, susunan fisik, persepsi, dan konteks
dimana stresor atau penyebab stres muncul (Hobfoll (1989) dalam
Santrock, 2003 : 560)
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi/Menyebabkan Stres
1. Faktor-Faktor Lingkungan
a. Beban yang terlalu berat, konflik dan frustasi
Istilah
yang sering digunakan untuk beban yang terlalu berat di masa kini
adalah burnout, perasaan tidak berdaya, tidak memiliki harapan, yang
disebabkan oleh stres akibat pekerjaan yang sangat berat. Burnout
membuat penderitanya merasa sangat kelelahan secara fisik dan emosional
(Pines & Aronson (1988) dalam Santrock, 2003 : 560)
Berbagai
stimulus bukan hanya dapat menjadi beban yang terlalu berat, namun juga
bisa menjadi sumber konflik. Konflik terjadi ketika seseorang harus
mengambil keputusan dari dua atau lebih stimulus yang tidak cocok. Tiga
tipe konflik utama adalah :
1)
Mendekat/mendekat (approach/approach conflict), terjadi bila individu
harus memilih antara dua stimulus atau keadaan yang sama menarik.
Konflik mendekat / mendekat adalah konflik yang tingkat stresnya paling
rendah dibandingkan dua tipe konflik lainnya karena dua pilihannya
memberikan hasil yang positif.
2)
Menghindar/menghindar (avoidance/avoidance conflict), terjadi ketika
individu harus memilih antara dua stimulus yang sama-sama tidak menarik,
yang sebenarnya ingin dihindari keduanya, namun mereka harus memilih
salah satunya. Pada banyak kasus, individu memilih untuk menunda
mengambil keputusan dalam konflik menghindar/menghindar samap saat-saat
terakhir.
3) Mendekat/menghindar
(approach/avoidance conflict), terjadi bila hanya ada satu stimulus atau
keadaan namun memiliki karakteristik yang positif dan juga negatif.
Bila dihadapkan dalam konflik seperti ini (timbul dilema), biasanya
individu merasa bimbang sebelum mengambil keputusan. Ketika waktunya
untuk mengambil keputusan semakin dekat, kecenderungan untuk menghindar
biasanya semakin mendominasi (Miller (1959) dalam Santrock, 2003 : 561).
Frustasi
adalah situasi apapun dimana individu tidak dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Kegagalan dan kehilangan adalah dua hal yang terutama
membuat frustasi.
b. Kejadian besar dalam hidup dan gangguan sehari-hari
2. Faktor-Faktor Kepribadian – Pola Tingkah Laku Tipe A (type A Behavior Pattern)
Adalah
sekelompok karakteristik – rasa kompetitif yang berlebihan, kemauan
keras, tidak sabar, mudah marah , dan sikap bermusuhan – yang dianggap
berhubungan dengan masalah jantung. Penelitian mengenai pola tingkah
laku tipe A pada anak-anak dan remaja menemukan bahwa anak-anak dan
remaja dengan pola tingkah laku tipe A cenderung menderita lebih banyak
penyakit, gejala gangguan jantung, ketegangan otot, dan gangguan tidur,
dan bahwa anak-anak dan remaj dengan tipe A biasanya memiliki orang tua
yang juga memiliki pola tingkah laku A (Santrock, 2003 : 570).
3. Faktor-Faktor Kognitif
Sesuatu
yang menimbulkan stres tergantung pada bagaimana individu menilai dan
menginterpretasikan suatu kejadian secara kognitif. Pandangan ini telah
dikemukan oleh peneliti bernama Richard Lazarus (1966, 1990, 1993).
Penilaian
kognitif (cognitive appraisal) adalah istilah yang digunakan Lazarus
untuk menggambarkan interpretasi individu terhadap kejadian-kejadian
dalam hidup mereka sebagai sesuatu yang berbahaya, mengancam, atau
menantang dan keyakinan mereka apakah mereka memiliki kemampuan untuk
menghadapi suatu kejadian dengan efektif (dalam Santrock, 2003 : 563).
Menurut pandangan Lazarus, berbagai kejadian dinilai dua langkah :
a.
Penilaian primer (primary appraisal), mengartikan apakah suatu kejadian
mengandung bahaya atau menyebabkan kehilangan, menimbulkan suatu
ancaman akan bahaya di masa yang akan datang atau tantangan yang harus
dihadapi.
1) Bahaya (harm), penilaian terhadap kerusakan yang sudah diakibatkan oleh suatu kejadian.
2) Ancaman (threat), penilaian terhadap kerusakan yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang akibat suatu kejadian.
3)
Tantangan (challenge), penilaian terhadap potensi untuk mengatasi
situasi yang tidak menyenangkan akibat suatu kejadian dan mengambil
keuntungan secara maksimal dari kejadian tersebut.
b.
Penilaian sekunder (secondary appraisal), mengevaluasi potensi atau
kemampuan dan menentukan seberapa efektif potensi atau kemampuan yang
dapat digunakan untuk menghadapi suatu kejadian.
Lazarus
percaya bahwa pengalaman stres adalah keseimbangan antara penilaian
primer dan sekunder. Ketika bahaya dan ancaman tinggi, sementara
tantangan dan sumber daya yang dimiliki rendah, stres cenderung akan
menjadi berat; bila bahaya dan ancaman rendah, dan tantangan serta
sumber daya yang dimiliki tinggi, maka stres akan cenderung menjadi
ringan atau sedang (dalam Santrock, 2003 : 563).
4. Faktor-Faktor Sosial Budaya
a. Stres akulturatif
Akulturasi
(acculturation) mengacu pada perubahan kebudayaan yang merupakan akibat
dari kontak langsung yang sifatnya terus menerus antara dua kelompok
kebudayaan yang berbeda. Sedangkan stres akulturatif (acculturative)
adalah konsekuensi negatif dari akulturasi.
b. Status sosial ekonomi
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan (resilience) terhadap Stres
Menurut Norman Garmezy (dalam Santrock, 2003 : 565) :
1. ketrampilan kognitif (perhatian, pemikiran reflektif) dan respon positif terhadap orang lain
2. keluarga, ditandai dengan adanya kehangatan, keterikatan satu sama lain, dan ada orang dewasa yang memperhatikan
3.
ketersediaan sumber dukungan eksternal, seperti ketika kebutuhan yang
kuat akan tokoh ibu dapat dipenuhi oleh tokoh guru, tetangga, orang tua
teman, atau struktur institusional.
Cara Penanganan Stres
1.
Menghilangkan stres mekanisme pertahanan, dan penanganan yang berfokus
pada masalah. Menurut Lazarus (dalam Santrock, 2003 : 566) penanganan
stres atau coping terdiri dari dua bentuk, yaitu :
a.
Coping yang berfokus pada masalah (problem-focused coping) adalah
istilah Lazarus untuk strategi kognitif untuk penanganan stres atau
coping yang digunakan oleh individu yang menghadapi masalahnya dan
berusaha menyelesaikannya.
b. Coping
yang berfokus pada emosi (problem-focused coping)adalah istilah Lazarus
untuk strategi penanganan stres dimana individu memberikan respon
terhadap situasi stres dengan cara emosional, terutama dengan
menggunakan penilaian defensif.
Strategi penanganan stres dengan mendekat dan menghindar (Santrock, 2003 : 567) :
a.
Strategi mendekati (approach strategies) meliputi usaha kognitif untuk
memahami penyebab stres dan usaha untuk menghadapi penyebab stres
tersebut dengan cara menghadapi penyebab stres tersebut atau konsekuensi
yang ditimbulkannya secara langsung
b.
Strategi menghindar (avoidance strategies) meliputi usaha kognitif
untuk menyangkal atau meminimalisasikan penyebab stres dan usaha yang
muncul dalam tingkah laku, untuk menarik diri atau menghindar dari
penyebab stres
Menurut Ebata &
Moos, 1994 (dalam Santrock, 2003 : 567) individu yang menggunakan
strategi mendekat untuk menghadapi stres adalah remaja yang berusia
lebih tua, lebih aktif, menilai stresor utama yang muncul sebagai
sesuatu yang dapat dikendalikan dan sebagai suatu tantangan, dan
memiliki sumber daya sosial yang dapat digunakan. Sedangkan, individu
yang menggunakan strategi menghindar mudah merasa tertekan dan mengalami
stres, memiliki stresor yang lebih kronis, dan telah mengalami
kejadian-kejadian yang lebih negatif dalam kehidupannya selama tahun
sebelumnya.
Berpikir positif dan self-efficacy
Menurut
Bandura (dalam Santrock, 2003 : 567) self-efficacy adalah sikap optimis
yang memberikan perasaan dapat mengendalikan lingkungannya sendiri.
Menurut
model realitas kenyataan dan khayalan diri yang dikemukan oleh
Baumeister, individu dengan penyesuaian diri yang terbaik seringkali
memiliki khayalan tentang diri mereka sendiri yang sedikit di atas
rata-rata. Memiliki pendapat yang terlalu dibesar-besarkan mengenai diri
sendiri atau berpikir terlalu negatif mengenai diri sendiri dapat
mengakibatkan konsekuensi yang negatif. Bagi beberapa orang, melihat
segala sesuatu dengan terlalu cermat dapat mengakibatkan merasa
tertekan. Secara keseluruhan, dalam kebanyakan situasi, orientasi yang
berdasar pada kenyataan atau khayalan yang sedikit di atas rata-rata
dapat menjadi yang paling efektif (dalam Santrock, 2003 : 568).
Sistem dukungan
Menurut
East, Gottlieb, O’Brien, Seiffge-Krenke, Youniss & Smollar (dalam
Santrock, 2003 : 568), keterikatan yang dekat dan positif dengan orang
lain – terutama dengan keluarga dan teman – secara konsisten ditemukan
sebagai pertahanan yang baik terhadap stres.
Berbagai strategi penanganan stres
Dalam
penanganan stres dapat menggunakan berbagai strategi coping, karena
stres juga disebabkan tidak hanya oleh satu faktor, melainkan oleh
berbagai faktor (Susman, 1991 dalam Santrock, 2003 : 569).